Akhirnya Saya Memilih Sony A6000

Sony A6000
Setahun silam, saat terpaksa merelakan Canon 600D kesayangan, rasanya sedih sekali. Kamera adalah barang kesayangan yang selalu saya bawa kemana-mana. Saya senang memotret setiap momen menarik yang saya temukan. Dan saat kehilangannya, rasanya setiap perjalanan ke luar daerah jadi tidak lengkap. Saya tidak punya pilihan lain selain bersabar. Sadly but true, saya menjual bukan karena ada niat mengganti, tapi karena kebutuhan mendadak.

Sempat terpikir untuk menabung kembali agar bisa beli kamera baru. Pilihan saya, ya tetap Canon. Secara saya sudah sangat familiar dengan tombol-tombol settingnya. Lagipula, saya sudah cukup puas dengan kualitas gambar yang dihasilkan Canon.  

Setelah akhirnya saya punya duit lagi yang cukup buat beli kamera, yap saya menemukan kenyataan bahwa sekarang kamera yang populer adalah mirrorless. Yang mempertahankan DSLR yang besar itu hanya fotografer profesional (which is not me). Saya memotret sekedar hobi, mengabadikan sesuatu yang unik dengan gambar. saya tidak berniat untuk menjadi fotografer profesional, meskipun tetap mempertimbangkan kualitas foto.

Saya pun mulai mencari informasi kamera mirrorless di internet. Ada beberapa produsen kamera mirrorless yang mumpuni. Sebut saja Panasonic dengan Lumix-nya, Fujifilm, dan Sony. Saya mencari punya Canon, tapi rupanya ia tidak terlalu serius dengan mirrorless. Sepertinya Canon ingin tetap bertahan di DSLRnya. Nikon pun demikian. Awalnya saya naksir Lumix GX85 yang harganya, bagi cewek kere seperti saya ini, sangat wow!

Saya juga mulai melirik-lirik ke Fujifilm. Saya sangat tergoda dengan desain retro milik Fujifilm yang tampak sangat elegan dan keren. Tapi ya saya harus nelan air liur. Ya gitu deh. Fuji itu, untuk kamera yang termasuk jenis keren, mahalnya tak terjangkau. Saya pun sibuk membaca review kamera mirrorless kemana-mana, yang kira-kira harganya cocok dengan kantong tipis saya dan kualitasnya bagus. Tapi ya tetap saja. Kalau mau bagus ya harus mahal. Kalau mau yang murah, pasti kualitasnya biasa-biasa saja.

Ada beberapa pilihan yang saya incar. Di antaranya:
Nikon 1 J5.
Saya tertarik dengan modelnya, apalagi yang warna silver. Harganya lumayan terjangkau dibanding mirrorless lainnya, dan saya merasa mampu membelinya dengan cash. Sekitar Rp 5.3 juta. Tapi saya menemukan sejumlah review di internet bahwa kualitas gambar Nikon 1 J5 tidak begitu bagus, karena sensornya juga ala kadarnya.   
Fujifilm X-A2
Ini kamera entry-level milik Fujifilm. Saya sangat jatuh cinta pada desainnya yang imut-imut dan kesan retro pada bodinya. Harganya sekitar Rp 7 juta lebih, menghampiri 8 juta.
Sony A6000
Saat saya membaca sejumlah review kamera mirrorless, saya menemukan paling banyak yang memuji-muji A6000 ini. Sony A6000 disebut-sebut sebagai mirrorless dengan sistem autofokus tercepat di dunia. Kualitasnya gambarnya juga bagus. Tak ada satu pun review yang tidak memuji-muji barang satu ini. Kalau dari segi desain bodi, saya lebih suka Fujifilm. tapi dari segi kualitas, A6000 disebut-sebut jauh melampaui Fujifilm X-A2. Harganya? Sesuatu banget juga buat kantong saya yang tipis. Rp 10 juta.
Canon Eos M3.
Saya pikir, saya akan memilih EOS M3 ini. Alasannya adalah, saya sudah familiar dengan tombol-tombol Canon. Harganya Rp 6.8 juta. Lumayan juga, tapi saya rasa saya mampu jika ngumpul uang dikit-dikit. Tapi akhirnya? Yang membuat ia jatuh di mata saya adalah, ia tidak punya jendela bidik. Jadi saat memotret kita hanya mengandalkan layar LCD. Hal ini tentu berpengaruh saat kita memotret di bawah paparan sinar matahari langsung.

Saya pilih mana? Bingung. Saya pengen X-A2 tapi kemudian saya membaca bahwa seri terbarunya, X-A3 akan keluar sebentar lagi. Harganya tentu lebih mahal lagi, Rp 8,9 juta. Saya pikir, ya sudah kepalang basah mandi sekalian. Saya tidak bisa tidur nyenyak sebelum punya kamera baru. Tapi percuma juga beli kamera baru kalau kualitas pas-pasan.

Nikon 1 J5 sudah jatuh karena kualitasnya dianggap tidak terlalu bagus. Hasil review infofotografi.com bilang, kualitas gambarnya hanya sedikit di atas kamera pocket. Eos M3 juga jatuh karena tidak ada jendela bidiknya. Karena X-A3 keluar sebentar lagi, saya rasa sayang kalau beli X-A2. Kemudian saya sibuk membanding-bandingkan X-A3 dengan A6000. www.cameradecision.com mengupas tuntas kedua kamera ini tanpa tersisa.

A6000 konon menurut hasil review memiliki kualitas gambar jauh di atas X-A3 meski harganya hanya beda 1 juta sekian.

Lalu kemudian, Tuhan memberkati, Sony memberi promo cashback Rp 2 juta untuk A6000. Jadi, sampai 31 januari, harganya hanya 8 juta saja. Yang membuat saya agak ragu cuma karena barang ini keluarnya sejak 2014. Tapi saya melihat bahwa meski keluar sejak dua tahun lebih lalu, peminat Sony A6000 tetap banyak. Masih banyak yang mengincarnya.

Hal terakhir yang saya pikirkan adalah, relakah saya mengeluarkan uang Rp 8juta untuk kamera ini. Apa boleh buat. Daripada hidup saya tidak tenang. Minggu lalu sebelum ke toko kamera, saya menjual sebuah laptop dan android biar duitnya cukup beli kamera. Berhubung sekarang saya ada laptop kantor untuk bekerja, ya tidak apa-apa. Androidnya juga sudah tidak berfungsi efektif karena sekarang saya lebih nyaman menggunakan ponsel mungil 5s saya.

Dan ya, jadilah saya pengguna Sony A6000. Selamat tinggal Canon!

Posting Komentar

1 Komentar

Adhi Hermawan mengatakan…
Pilihan yang berat... akupun bingung sekarng mau beli mirorrless yang mana antara M3 dan A6000...
Hadeh... mudah2an ada promo apa gitu kek biar kebeli kamera...