|
Mary Jane (sumber foto: tempo.co) |
Melihat ribut-ribut di media sosial soal hukuman mati, mau tidak mau
saya merasa tergelitik untuk ikut berkomentar. Saya sendiri, setuju dengan
penerapan hukuman mati, untuk berbagai alasan yang sebelumnya telah saya
ungkapkan dalam tulisan saya terdahulu. Barangkali ada baiknya saya ringkas
kembali seperti ini:
Pertama, perdagangan narkoba masuk dalam kategori extraordinary crime, di mana hukuman mati sudah menjadi ketetapan. Kita
sama-sama tahu, bahwa para penjahat pengedar narkoba telah menjalankan bisnis
ini dengan sangat sistematis. Bahkan hukuman puluhan tahun hingga hukuman
seumur hidup tidak akan menghentikan mereka. Mereka masih menjalankan bisnis
ini dari dalam penjara. Nah, sedangkan dari dalam bui mereka masih menjalankan
bisnis dan saling terhubung dengan jaringan mereka di luar. Apalagi jika mereka
dibiarkan berkeliaran di luar?
Kedua, tidakkah kita merasa marah saat mengetahui bahwa seorang asing
dengan seenaknya masuk ke negera kita, mendirikan pabrik ekstasi yang masuk
kategori terbesar di dunia, menjadikan bangsa kita pasar potensial, membunuhi
anak-anak kita? Saya, tidak akan mau memaafkan!
Ketiga, saya memiliki teman dekat, mantan pecandu. Betul sekali
pendapat banyak orang (seperti beberapa aktifis HAM yang kontra dengan hukuman
mati) bahwa kecanduan bisa dihentikan. Tapi, ketika kita telah terlanjur pernah
mengkonsumsi narkoba, tubuh dan sistem saraf yang terlanjur rusak tak akan bisa
diperbaiki. Seumur hidup, mantan pecandu akan menderita. Hal ini saya saksikan
pada teman saya tersebut. Ia sudah belasan tahun berhenti mengkonsumsi narkoba,
tapi ia menderita sakit yang tak bisa disembuhkan dengan apa pun. Sakitnya yang
terakhir adalah ginjal. Ia harus melakukan cuci darah dua kali dalam sebulan. Sementara
para penjahat narkoba kita ampuni, akan muncul
beribu-ribu bahkan berjuta-juta generasi bangsa yang akan mengalami
nasib seperti teman saya ini. Generasi bangsa yang sakit dan tidak bisa berbuat
apa-apa untuk bangsanya.
Dan di negeri kita yang pemaaf ini, kita masih harus mengampuni
orang-orang yang dengan sadar menjual racun yang membunuh secara perlahan-lahan
itu kepada anak-anak kita? Kepada ayah kita? Kepada saudara kita? Kepada para
sahabat kita? Kepada generasi bangsa kita? Demi alasan HAM? Bukankah anak-anak
kita yang menderita dan mati sia-sia karena narkoba juga punya HAM, dan harus
kita lindungi karena ia bagian dari kita?
Mary Jane
Ada banyak komentar di media sosial, tentang tanggungjawab yang harus
dipikul Presiden Jokowi jika ternyata orang yang dihukum mati adalah orang yang
sebenarnya tidak bersalah. Saya, Presiden Jokowi, dan kita memang bukan Tuhan
yang bisa tahu seseorang bersalah atau tidak. Tapi ketika kita telah menangkap
tangan seseorang membawa narkoba, menyelundupkan berkilo-kilo heroin, sabu-sabu
dan sejenisnya, dan berdasar hasil investigasi dan pemeriksaan memang ia
seorang pengedar narkoba yang melakukan kejahatannya secara sadar, apakah kita
masih akan berandai-andai, “Ah, barangkali ini orang ini tidak bersalah,
sebaiknya dibebaskan dari hukuman?”
Lalu muncul sosok Mary Jane, seorang warga Filipina yang konon menjadi kurir
karena (seperti penemuan Komnas Perempuan) dimanfaatkan, menjadi korban
perdagangan perempuan, korban kemiskinan, dan ia tidak tahu-menahu tentang
barang di dalam koper yang ia bawa ke Indonesia. Beberapa hari ini, saya
membaca beberapa media online yang menuliskan tentang sosok Mary Jane. Mary Jane
konon hanya seorang ibu rumah tangga pengangguran yang sedang kebingungan
mencari pekerjaan. Dan sementara ia menunggu sang calon majikan yang akan
mempekerjakannya di Malaysia, ia diminta mengantarkan sebuah koper ke
Indonesia, yang ternyata berisi heroin 2,6 kilogram di sela-sela pakaian.
Orang-orang pembela Mary Jane mengecam Jokowi jika seandainya Mary Jane
benar-benar dihukum mati. Saya pun secara pribadi, jika berita tentang siapa
sebenarnya sosok Mary Jane benar, saya akan mengecam Jokowi, dan meminta Mary
Jane dibebaskan, dikembalikan kepada keluarganya, atas nama HAM. Sebab Mary Jane
adalah korban para mafia narkoba. Ia menjadi kurir tanpa sengaja dan tanpa tahu
apa-apa tentang apa yang ia lakukan. Tapi bagaimana pun, kita harus melihat
masalah ini secara jelas.
Melihat banyaknya dukungan untuk Mary Jane, semestinya Presiden Jokowi
sudah tahu hal ini. Hemat saya, jika tanggal pelaksanaan hukuman sudah
ditetapkan, maka sebaiknya Mary Jane diberi pengecualian. Bukan untuk
membebaskan begitu saja, tapi untuk membuat investigasi lanjutan: benarkah Mary
Jane tidak bersalah? Benarkah ia tidak tahu apa isi koper yang ia bawa ke
Indonesia? Tidakkah ia bertanya lebih jauh kepada sang pemberi mandat? Benarkah
berita yang mengatakan bahwa ia hanya disuruh dan tidak tahu menahu tentang apa
yang ia lakukan? Investigasi harus dilakukan hingga ke rumahnya, keluarganya, dan
menelusuri latar belakangnya.
Jika memang semua berita itu benar, jika memang benar Mary Jane tidak
bersalah, maka tidak ada alasan untuk tidak membebaskan dia dan mengejar pelaku
sebenarnya yang memanfaatkan Mary Jane. Mary Jane harus dikembalikan ke
negaranya dan ia harus mendapatkan perlindungan dari negaranya. Sebab jika
tidak, meskipun ia bebas, bukan tidak mungkin ia masih akan dikejar oleh
sindikat yang pernah memanfaatkannya. Jika Mary Jane tetap dihukum mati, maka
Presiden Jokowi—beserta rakyat Indonesia yang mengetahui hal ini dan tidak
melakukan apa-apa untuk membelanya—telah melakukan sebuah kesalahan besar yang
tidak termaafkan.
Komnas Perempuan sendiri telah mengirimkan tim ke Lapas Wirogunan untuk
menggali keterangan lebih lanjut dari Mary Jane. Namun sebaiknya, investigasi
tidak terhenti di sini, tapi lebih dalam lagi. Komnas Perempuan bisa menjadi
jembatan untuk memperjelas semuanya.
Sebaliknya, jika berita yang beredar tidak betul, dan hanya sekedar
berita yang dihembuskan agar ia bebas, jika Mary Jane memang penjahat, ia harus
tetap dihukum sama seperti yang lainnya. Mary Jane mungkin miskin. Tapi bisa
saja, ia tahu apa yang dibawanya, dan melakukannya dengan sadar dengan
iming-iming yang dijanjikan sebagai imbalan. Sebab jika penyelidikan dilakukan
setengah-setengah, hal ini bisa berimplikasi pada para terhukum selanjutnya,
dengan memanfaatkan kasus Mary Jane. Tapi sekali lagi, jika Mary Jane memang
tidak bersalah, ia harus dibebaskan atas nama kemanusiaan.
Posting Komentar
0 Komentar